MATERI HARI JUMAT KELAS 9F,9G( 7-5-2020)
BIRRUL WALIDAIN
I. Pengertian Birrul Walidain
Berbuat
baik terhadap orang tua (birrul walidain) adalah memberi kebaikan atau
berkhidmat kepada keduanya serta mentaati perintahnya (kecuali yang ma’siat)
dan mendoa’kannya apabila keduanya telah wafat.
Ibu dan Bapak
sebagai orang tua sudah selayaknya mendapatkan kebaikan dan penghormatan dari
anaknya. Islam sangat perhatian mengenai masalah ini, sebagaimana sangat jelas
ditegaskan dalam firman Allah yang berbunyi:
“Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) terhadap kedua orang tuanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah, bahkan menyusukan pula
selama kurang lebih 2 tahun. Maka dari itu bersyukurlah kepada-Ku dan kepada
kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku sajalah tempat kamu kembali”.
II.
Dalil Alqur’an dan Hadist
A.
Al qur’an Surat An Nisa Ayat 36
“Sembahlah
Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak”. (An Nisa’ : 36).
Dalam ayat ini
(berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini
menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk
beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak
didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al
Adaabusy Syar’iyyah 1/434).
B. Al qur’an
Surat Al Isra’Ayat 23
(artinya): “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya”. (QS. Al Isra’: 23).
Adapun makna (
qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy :
yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy: “Allah
memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah
untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa
besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka,
maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya). (Fathul
Qodiir 3/218).
C. Al qur’an
Surat Luqman Ayat 14
(artinya): “Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka
bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah
kembalimu.” (QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu
Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua “Tiga ayat dalam Al Qur’an
yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya,
kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala
(artinya) : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu”,
Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia
tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya)
dengan sebab itu.” (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40).
Berkaitan
dengan ini, Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wassallam bersabda (artinya) : “Keridhaan
Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada
kemurkaan orang tua” (Riwayat Tirmidzi dalam Jami’nya (1/ 346),
Hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516).
D. Hadits Al Mughirah bin Syu’bah
Dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda
(artinya): “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai
para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi
meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si
fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak
bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya
No. 1757).
III. Keutamaan
A.
Termasuk Amalan Yang Paling Mulia
Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata Saya
bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang
paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Sholat tepat pada waktunya”, Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam “Berbuat baik kepada kedua orang tua”.
Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda : “Berjihad di jalan Allah”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih
keduanya).
B.
Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya
Dosa
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman (artinya): “Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….”, hingga akhir ayat berikutnya :
“Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang
telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama
penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada
mereka.” (QS. Al Ahqaf 15-16)
Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya
bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku
dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Apakah Ibumu masih hidup?”, berkata
dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Kalau bibimu masih
ada?”, dia berkata : “Ya” . Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam :
“Berbuat baiklah padanya”. (Diriwayatkan
oleh Tirmidzi didalam Jami’nya dan berkata Al ‘Arnauth : Perawi-perawinya
tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami’ul Ushul (1/
406).
C.
Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga
Dari Abu
Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata : Saya mendengar
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Celakalah dia, celakalah
dia”, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?,
Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Orang yang menjumpai salah
satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk
surga”. (Diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1758, ringkasan).
Dari
Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya
Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata
: “Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang
(ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda : “Apakah kamu masih memiliki Ibu?”. Berkata dia : “Ya”.
Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tetaplah dengannya karena
sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya”. (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam
Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami
No. 1248)
D.
Merupakan Sebab keridhoan Allah
Sebagaiman
hadits yang terdahulu “Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang
tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua”.
E.
Merupakan Sebab Bertambahnya Umur
Diantarnya
hadit yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya,
dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Barangsiapa
yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah
dia menyambung silaturrahim”.
F.
Merupakan Sebab Barokahnya Rizki
Dalilnya, sebagaimana
hadits sebelumnya
Bentuk
Birrul Walidain
Hak-Hak Yang
Wajib Dilaksanakan Semasa Orang Tua Masih Hidup
Di antara hak orang tua ketika masih hidup adalah:
1.
Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua
orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram hukumnya mendurhakai
keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai mereka berdua kecuali
apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya.
Allah Subhanahu
wa TA’ala berfirman: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya…” (QS. Luqman: 15)
Tidak boleh
mentaati makhluk untuk mendurhakai Allah, Penciptanya, sebagaimana sabda Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak ada
ketaatan untuk mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam
melakukan kebaikan.” (HR. Bukhari no. 4340, 7145, 7257, dan Muslim no. 1840,
dari Ali radhiyallahu ‘anhu)
Adapun jika
bukan dalam perkara yang mendurhakai Allah, wajib mentaati kedua orang tua
selamanya dan ini termasuk perkara yang paling diwajibkan. Oleh karena itu,
seorang Muslim tidak boleh mendurhakai apa saja yang diperintahkan oleh kedua
orang tua.
2.
Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah Subhanahu
wa Ta’ala juga berfirman: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada kedua orang tua ibu bapaknya…” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat
baiklah kepada dua orang tua ibu bapak…” (QS. An-Nisaa’: 36)
Perintah
berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua semakin tua dan
lanjut hingga kondisi mereka melemah dan sangat membutuhkan bantuan dan
perhatian dari anaknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan Rabb-mu telah
memerintahkan supaya kami jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang
dan ucapkanlah: ‘Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil.'” (QS. Al-Israa’: 23-24). Di dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan
kedua orang tuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal
itu tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga.” (HR. Muslim no. 2551, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Di antara bakti
terhadap kedua orang tua adalah menjauhkan ucapan dan perbuatan yang dapat
menyakiti kedua orang tua, walaupun dengan isyarat atau dengan ucapan ‘ah’.
Termasuk berbakti kepada keduanya ialah senantiasa membuat mereka ridha dengan
melakukan apa yang mereka inginkan, selama hal itu tidak mendurhakai Allah
Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana yang telah disebutkan.
3.
Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Tidak boleh
mengeraskan suara melebihi suara kedua orang tua atau di hadapan mereka berdua.
Tidak boleh juga berjalan di depan mereka, masuk dan keluar mendahului mereka,
atau mendahului urusan mereka berdua. Rendahkanlah diri di hadapan mereka
berdua dengan cara mendahulukan segala urusan mereka, membentangkan dipan untuk
mereka, mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk, menyodorkan bantal,
janganlah mendului makan dan minum, dan lain sebagainya.
4.
Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Berbicara
dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua dan
merendahkan diri di hadapan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
“…Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (QS. Al-Israa’: 23)
Oleh karena
itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan baik
serta dengan lafazh yang bagus.
5.
Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Menyediakan
makanan juga termasuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika ia memberi
mereka makan dari hasil jerih payah sendiri. Jadi, sepantasnya disediakan untuk
mereka makanan dan minuman terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua
daripada dirinya, anaknya, dan istrinya.
6.
Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi
Untuk Urusan Lainnya
Izin kepada
orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang laki-laki
datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Ya,
Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya: “Apakah kamu
masih mempunyai kedua orang tua?” Laki-laki itu menjawab: “Masih.” Beliau
bersabda: “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. Bukhari
no. 3004, 5972, dan Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Seorang
laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Aku
datang membai’atmu untuk hijrah dan tinggalkan kedua orang tuaku menangisi
(kepergianku). Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pulanglah dan
buatlah mereka tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka menangis.” (HR.
Abu Dawud no. 2528, an-Nasa-i, VII/143, Ibnu Majah no. 2782, dari Ibnu ‘Amr
radhiyallahu ‘anhu. Lihat kitab Shahiih Abi Dawud no. 2205)
Seorang
laki-laki hijrah dari negeri Yaman lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bertanya kepadanya: “Apakah kamu masih mempunyai kerabat di Yaman?” Laki-laki
itu menjawab: “Masih, yaitu kedua orang tuaku.” Beliau kembali bertanya:
“Apakah mereka berdua mengizinkanmu?” Laki-laki itu menjawab: “Tidak.” Lantas,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah kamu kepada mereka dan
mintalah izin dari mereka. Jika mereka mengizinkan, maka kamu boleh ikut
berjihad, namun jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya.” (HR. Ahmad,
III/76; Abu Dawud no. 2530; al-Hakim, II/103, 103, dan ia menshahihkannya serta
disetujui oleh Adz-Dzahabi dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu. Lihat kitab
Shahihh Abu Dawud no. 2207)
Seorang
laki-laki berkata kepada beliau: “Aku membai’at anda untuk berhijrah dan
berjihad semata-mata hanya mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Beliau bersabda kepada laki-laki tersebut: “Apakah salah satu kedua orang tuamu
masih hidup?” Laki-laki itu menjawab: “Masih, bahkan keduanya masih hidup.”
Beliau kembali bersabda: “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala?” Laki-laki itu menjawab: “Ya.” Kemudian, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah kamu kepada kedua orang tuamu dan
berbaktilah kepada keduanya.” (HR. Muslim no. 2549, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu
‘anhu)
7.
Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang
mereka Inginkan
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika
ia berkata: “Ayahku ingin mengambil hartaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Kamu dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ahmad, II/204, Abu Dawud
no. 3530, dan Ibnu Majah no. 2292, dari Ibnu ‘AMr radhiyallahu ‘anhu. Hadits
ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami no. 1486)
Oleh sebab itu,
hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang
menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta
telah berbuat baik kepadanya.
8.
Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada
Orang-orang yang Dicintai Mereka
Hendaknya
seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik kepada para
saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka. Yakni, dengan
memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan
janji-janji (orang tua) kepada mereka. Akan disebutkan nanti beberapa hadits
yang berkaitan dengan masalah ini.
9.
Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua
orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu yang di
dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk
memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
10. Tidak Mencela Orang Tua
atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang Lain
Mencela orang
tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Termasuk dosa
besar adalah seseorang mencela orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya,
Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?” Beliau menjawab: “Ada. Ia
mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia
mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.” (HR. Bukhari
no. 5973 dan Muslim no. 90, dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu)
Perbuatan ini
merupakan perbuatan dosa yang paling buruk. Orang-orang sering bergurau dan
bercanda dengan melakukan perbuatan yang sangat tercela ini. Biasanya perbuatan
ini muncul dari orang-orang rendahan dan hina. Perbuatan seperti ini termasuk
dosa besar sebagaimana yang telah disebutkan.
11. Mendahulukan Berbakti
Kepada Ibu Daripada Ayah
Seorang
laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Beliau menjawab:
“Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?” Beliau kembali
menjawab: “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya: “Lalu siapa lagi?” Beliau
kembali menjawab: “Ibumu.” Lalu siapa lagi?” tanyanya. “Ayahmu,” jawab beliau.”
(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Hadits di atas
tidak bermaksud lebih mentaati ibu daripada ayah. Sebab, mentaati ayah lebih
didahulukan jika keduanya menyuruh pada waktu yang sama dan dibolehkan dalam
syari’at. Alasannya, ibu sendiri diwajibkan untuk taat pada suaminya, yaitu
ayah anaknya. Hanya saja, jika salah seorang dari mereka menyuruh berbuat taat
dan yang lain menyuruh berbuat maksiat, maka wajib untuk mentaati yang pertama.
Maksud lebih mendahulukan
berbuat baik kepada ibu, yaitu lebih bersikap lemah-lembut, lebih berperilaku
baik, dan memberikan sikap yang lebih halus daripada ayah. Hal ini apabila
keduanya berada di atas kebenaran.
Sebagian salaf
berkata: “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk dipenuhi.”
Demikianlah materi pesantren kilat hari ini tugas kalian adalah memahami pengertian, keutamaan dan bentuk Birrul Waalidain.....TUNJUKKAN BENTUK BIRRUL WALIDAIN KALIAN YANG TERBAIK.....Semoga bermanfaat.